Selasa, 10 Juli 2007
Ada Apa dengan GAM??
SEJUMLAH dedengkot Gerakan Aceh Merdeka yang bergabung dalam Komite Peralihan Aceh, mendeklarasikan Partai GAM di Banda Aceh Sabtu pekan lalu. Nama GAM tidak merupakan akronim dari Gerakan Aceh Merdeka. Tetapi bendera partai sama persis dengan bendera Gerakan Aceh Merdeka. Partai GAM, bersama Partai Rakyat Aceh yang telah lebih dulu dibentuk, oleh para penggagasnya dimaksudkan sebagai partai lokal yang meramaikan khasanah perpolitikan nasional.

Hampir semua petinggi dan elite nasional di Jakarta kaget dengan deklarasi Partai GAM. Mereka menganggap partai ini, jika tidak ditangani dengan cepat dan benar, akan menjadi embrio separatisme yang dulu membara di Aceh tetapi sekarang meredup.

Bila Partai GAM diterima sebagai keniscayaan reformasi dan hak asasi, bagaimana jika kemudian muncul partai lokal di Maluku dengan nama Partai RMS tanpa embel-embel Republik Maluku Selatan? Atau bagaimana nanti sebuah partai lokal di Papua dideklarasi dengan nama Partai OPM tanpa embel-embel Organisaasi Papua Merdeka?

Jika partai lokal boleh menggunakan nama-nama inspiratif tentang separatisme, maka akan ada peluang bagi partai lokal mencetak nama-nama kesukuan, seperti Partai Jawa, Partai Sunda, Partai Padang, Partai Batak dan sebagainya. Kalau ini semua diterima sebagai keniscayaan demokratisasi dan hak asasi, rasa-rasanya kehidupan berbangsa dan bernegara semakin runyam dan rumit. Ruang kehidupan perpolitikan menjadi sangat sumpek.

Mengapa sumpek? Karena di level nasional sudah ada partai yang demikian banyak. Partai-partai nasional ini memiliki jaringan sampai ke kecamatan dan desa. Lalu, untuk mengisi ruang yang dikatakan masih kosong akibat jurang aspirasi, ada Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih sebagai individu. Kemudian, sekarang ini mulai ramai dibicarakan lagi tentang calon independen untuk bersaing dalam perebutan kursi kepala daerah, gubernur, dan presiden.

Tetapi apakah ruang perpolitikan yang semakin hingar bingar karena konsekuensi multipartai, masih terasa sepi sehingga harus diisi lagi dengan partai lokal?.

Demokrasi memang memberi kesempatan seluas-luasnya bagi ekspresi keinginan dan juga pilihan. Akan tetapi seluas dan sebebas apapun alternatif yang diberi oleh demokrasi, tetap saja ada keterbatasan dan pembatasan antara yang bisa tetapi tidak boleh, antara yang boleh tetapi jangan. Disinilah letak kesepakatan dan kesepahaman. Disinilah letak fungsi dan kehadiran hukum dan peraturan. Disinilah juga letak kepentingan kehadiran sebuah negara yang memerintah dan mengatur. Dan disini pula letak tanggung jawab warga terhadap bangsa dan negaranya.

Dalam kasus Aceh, GAM-entah dianggap sebagai satu kata tanpa interpretasi aneh-aneh-tetap saja mengandung pengertian yang lain. Pengertian tentang kehendak Aceh merdeka, bukan, misalnya, Gerakan Aceh Makmur.

Perpolitikan nasional harus dirancang secara jernih dan berjangkau jauh ke depan. Agar bisa mencapai hal itu diperlukan juga perpolitikan nasional yang tidak akal-akalan. Pemerintah yang tidak akal-akalan dan rakyat yang juga tidak akal-akalan.

Kalau perjanjian Helsinki dihormati-dan terbukti efektif menghentikan pertumpahan darah-salah satu yang harus dilakukan adalah menahan diri dari yang bisa tetapi tidak boleh, dan yang boleh tetapi jangan.

Pemerintah harus segera mengatasi masalah ini dengan membangun komunikasi dengan para dedengkot GAM yang mendeklarasikan partai lokal itu. Dan, Gubernur Irwandi Jusuf yang menjadi satu-satunya calon independen dalam pilkada yang menang, harus pula turun tangan. Jangan membiarkan GAM menggelorakan persepsi dan menoreh luka lama yang mulai sembuh.

Perdamaian di Aceh, termasuk perdamaian di Indonesia, jauh lebih penting dan berharga daripada eksistensi partai dengan berbagai atribut itu.

(from http://www.media-indonesia.com/)
 
posted by Pelayaran Kebangsaan VII at 15.18 | Permalink |


2 Comments:


  • At Rabu, Juli 11, 2007, Blogger kokobeluk

    Apa yg terjadi di aceh ato papua bisa dianggap separatis (walaupun mereka ngomong klo itu bagian dari budaya/sejarah,istilah yang terkenal di PK dulu adalah local wisdom).
    Tapi jika ada bendera negara lain yang berkibar di Indonesia, sebagai upaya menunjukkan eksistensi kekuasaan, pemerintah harus bertindak tegas terhadap tindakan itu.
    Meminjam slogan Indonesia sbg tuan rumah Piala Asia,kiya harus menunjukkan bahwa INI KANDANG KITA..tidak ada tempat bagi separatis disini...

     
  • At Sabtu, Juli 14, 2007, Anonymous Anonim

    Betul sekali... walaupun mereka berkilah bahwa singkatan GAM tersebut bukan merupakan Gerakan Aceh Merdeka, tetapi tetap saja ada embel2 unsur kedaerahan.. Sedangkan tujuan partai politik sebenarnya mensejahterakan SELURUH rakyat Indonesia sebagai suatu wadah nasional, bukan suatu daerah tertentu..