Sabtu, 07 Juli 2007
"maafkan kedua orang tuamu kalau tak mampu beli susu"
RATNA, 27, mondar-mandir di dapur rumahnya yang berdinding kayu. Dia berusaha menenangkan anaknya yang rewel dalam gendongan. Sejak setengah jam lalu putrinya, Risma Dewi, 22 bulan, yang hanya berbobot 9 kilogram memang terus menangis.Sementara itu, Siti Aminah, 56, nenek Risma, sibuk mengaduk beras yang tengah dimasak dalam air mendidih. Lima menit kemudian, perempuan itu memindahkan air rebusan beras atau biasa disebut tajin ke dalam gelas. Saat itulah Risma menengok ke arah gelas dan menunjuknya, meminta.''Sabar ya cah ayu (anak cantik), itu masih panas. Kita dinginkan dulu,'' kata Ratna kepada putrinya, kemarin pagi.Sekitar 15 menit kemudian barulah ibu muda penduduk Dusun Pepedan, Kelurahan Bantarsoka, Kecamatan Purwokerto Barat, Banyumas, Jawa Tengah, itu membubuhi air tajin dengan gula dan meminumkannya sebagai pengganti susu kepada Risma.Di Dusun Pepedan, bukan hanya Ratna yang melakukan itu. Masih banyak keluarga miskin lain yang belakangan menjadikan tajin sebagai pengganti susu.''Mau bagaimana lagi, harga susu sudah tidak terjangkau. Karena itu anak saya hanya minum susu saat ada pembagian susu gratis dari puskesmas. Jika susu pembagian telah habis, terpaksa minum tajin. Sekarang apalagi, harganya semakin sulit dijangkau oleh kami,'' kata Iwan, 30, ayah Risma.(dikutip dari:prakarsa rakyat forum belajar bersama) Realitas seperti ini, sudah tidak jarang kita temukan dalam kehidupan di Indonesia, tidak ada harga yang tidak naik di Indonesia selain harga diri, begitupun harga susu yang terus naik entah sampai kapan. aku mulai berfikir, bahwa inilah buah yang harus kita makan dari pohon noe-liberalis, realitas hari ini menjelaskan kepada kita bahwa neo-liberalisme telah mengambil hak yang paling mendasar dari kita (baca:Hak Azasi Manusia) tidak peduli hak itu milik balita kecil yang seharusnya mendapatkan haknya untuk mendapat kan gizi sehat, neo-liberalisme telah menggilas kita semua pada roda-roda kemiskinan, lebih tepat lagi kalau kita bahasakan sebagai pemiskinan global. Banyak orang berpendapat bahwa globalisasi adalah realitas yang tak terelakan, namun dalam kajian saya, globalisme seperti yang terjadi saat ini adalah globalisasi by design yang sudah tidak kita pungkiri bahwa grand design-nya adalah negara industri maju yang padat modal, bukan lagi globalisasi by nature yang terjadi seiring dengan kemauan teknologi dan ilmu pengetahuan.
saya tidak sedang mengajak pembaca untuk anti terhadap globalisasi, tapi sekedar mengajak berfikir untuk kembali mengkaji tentang globalisasi yang terjadi saat ini, sehingga kita dapat melawan neo-liberalisme yang semakin kejam. rakyat miskin bukan karena mereka malas untuk bekerja, tapi justru mereka miskin karena sengaja dimiskinkan oleh neo-liberalism.
Melihat realitas harga susu yang semakin tinggi, bukan hal yang tidak mungkin bahwa 20 tahun kedepan kita akan menyaksikan generasi bangsa yang tidak kompetitif, karena hak mereka untuk mendapatkan gizi yang baik sudah terampas oleh perputaran roda-roda ekonomi neoliberalis. syair lagu Iwan Fals, sepertinya tepat untuk memulai diskusi kita."Maafkan kedua orang tuamu kalau tak mampu beli susu". Uday_kasep
 
posted by uday_kasep at 00.10 | Permalink |


1 Comments:


  • At Sabtu, Juli 07, 2007, Blogger Diah Alsa

    yaa.. inilah realita hidup zaman sekarang, ini juga tugas qta bersama untuk memfilter "neo-globalisasi" itu , agar tidak terus membodohi fikiran
    orang2 tentang "indahnya globalisasi" itu... agar tidak terjerumus lebih dalam lagi!!